Menelusuri Jejak Sejarah Kota Malang Lewat Tur Jelajah Klodjian

Nama Klodjen berasal dari kata Belanda "loge" yang berarti benteng atau gedung besar

Minggu pagi, 25 Mei 2025, puluhan peserta berkumpul di Klodjen Djaja untuk mengikuti Tur Jelajah Klodjian yang diselenggarakan oleh komunitas Jelajah Malang. Kegiatan ini bertujuan mengeksplorasi kawasan bersejarah Klojen,  yang meliputi area Setia Budi, Dr. Soetomo, dan Klodjen Ledok Thamrin. Klojen adalah puzzle penting dalam identitas Malang. Menarinya, peserta berasal tidak hanya dari Malang Raya, tetapi juga dari luar kota.

Para peserta Tur Jelajah Klodjian 25 Mei 2025 (Dok. Istimewa)

Asal-usul Nama Klojen

Nama Klodjen berasal dari kata Belanda "loge" yang berarti benteng atau gedung besar. Pada tahun 1767, Belanda mendirikan sebuah benteng di utara Sungai Brantas, di lokasi yang kini berada di sekitar RSUD Syaiful Anwar. Kata "loge" kemudian berubah menjadi "loji" dalam penyebutan masyarakat Jawa, lalu berkembang menjadi "Ka-loji-an" dan akhirnya "Klojen." Benteng tersebut tidak bertahan lama dan berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Militer sekitar tahun 1800-an.

Baca juga: Menyusuri 125 Tahun Dedikasi Ursulin dalam Pendidikan di Malang

Perkembangan Kota Malang di Masa Kolonial

Kota Malang awalnya merupakan bagian dari Karesidenan Pasuruan. Pada 1 April 1914, Malang resmi menjadi gemeente (kotapraja) berdasarkan Staatsblad 1914 No. 297. Keputusan ini diambil karena pesatnya perkembangan kota, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Pemerintahan awal dijalankan oleh Raad Gemeente (Dewan Kota) yang diketuai oleh Asisten Residen F.L. Broekveldt. Kantor pertama gemeente berada di Klojen Kidul, sebuah bangunan sewaan sederhana dengan dua ruang kerja.

Pada 12 November 1918, dewan kota hasil pemilihan resmi terbentuk dengan komposisi sembilan anggota golongan Eropa, empat pribumi, dan dua Timur Asing. Dewan ini bertugas hingga walikota pertama ditetapkan. Pembangunan kota difokuskan pada infrastruktur, termasuk jaringan transportasi dan telekomunikasi, yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Kawasan Klojen menjadi saksi perkembangan kota sejak era kolonial. Tata kota Malang dirancang dengan pola grid khas Belanda, dan beberapa bangunan bergaya Indische Empire masih dapat ditemui di sekitar Setia Budi dan Dr. Soetomo. Meski banyak bangunan telah berubah fungsi, sisa-sisa arsitektur kolonial tetap menjadi penanda penting sejarah kota.

Kegiatan ini diharapkan dapat terus dilakukan untuk memperkenalkan kekayaan sejarah Malang kepada generasi sekarang dan mendatang.  Dengan mengenalnya, generasi muda tak hanya menghargai masa lalu, tapi juga mampu merancang masa depan kota yang berkelanjutan.

Latifah/Melipirnews

Latest
First

Komentar

Popular News

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Menyusuri 125 Tahun Dedikasi Ursulin dalam Pendidikan di Malang

Kehidupan di Wilayah Perbatasan Tak Seindah Pos Perbatasan

Bagaimana Dulunya Situ Pasir Putih yang Lagi Viral itu?

Inovasi Museum yang Mengubah Cara Kita Belajar

Amorim Sebut Pengorbanan Kecil MU Kunjungi Malaysia dan Hongkong

Keris: Jiwa Budaya yang Tetap Berdenyut dari Masa ke Masa

Dimulainya Musim Haji 2025 dan Heroiknya Perjuangan Berhaji

Semarak Peringatan Hari Lansia Nasional 2025 di Hutan Malabar

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Melipir Mewarnai Gerabah di Museum Benteng Vredeburg

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Keris: Jiwa Budaya yang Tetap Berdenyut dari Masa ke Masa

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Perpaduan Ibadah, Pasar dan Donasi Membentang di Masjid Jogokaryan

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines


Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.