Sebuah Buku yang mengabadikan warisan karya Suster Lucia Anggraini, OSU ini mengisahkan perjalanan Biarawati Ursulin Santa Trinitas Malang
![]() |
Memperingati 125 tahun perjalanan pendidikan Ursulin di Malang, di Aula Kampus Cor Jesu, Sabtu (10/5/2025) (Melipirnews/Latifah) |
Bertempat di Aula Kampus Cor Jesu, Sabtu (10/5/2025), acara ini menjadi momen bersejarah sekaligus penghargaan atas kontribusi besar Ursulin bagi dunia pendidikan dan gereja Katolik di Indonesia.
Sebuah Buku yang mengabadikan warisan karya Suster Lucia Anggraini, OSU ini mengisahkan perjalanan Biarawati Ursulin Santa Trinitas Malang sebagai biarawati Katolik pertama di Hindia-Belanda yang mempelopori pendidikan perempuan melalui sekolah dan asrama. Judul Cor Unum et Anima Una dipilih sebagai simbol semangat kebersamaan yang menjadi fondasi perjuangan mereka sejak 1900.
Proses penulisan buku ini berawal dari permintaan Suster Regina Supraptiwi, OSU (Pemimpin Komunitas Ursulin Malang 2021–2024) kepada Suster Lucia untuk mendokumentasikan sejarah tersebut. Meski sempat ragu karena baru saja menyelesaikan buku 165 Tahun Ursulin Santa Maria Jakarta, Suster Lucia akhirnya bersedia dengan dukungan tim dan rekan-rekan guru yang turut berkontribusi.
Sumber utama penulisan berasal dari Kronik Biara Kepanjen-Surabaya dan Malang (1863–1986), hasil terjemahan Suster Romana Haberhausen, OSU, misionaris asal Jerman yang meninggalkan kesan mendalam bagi penulis. Tak hanya itu, dokumen lama, foto-foto bersejarah, surat-surat, serta cerita langsung dari para alumni dan mantan guru turut menghidupkan kisah dalam buku ini. Keteguhan para suster mempertahankan keberlangsungan pendidikan perempuan berbagai lapisan masyarakat meskipun dengan taruhan nyawa menjadi salah satu cerita berkesan mendalam.
Sebagai bentuk pelestarian sejarah, Galeri Ursulin Malang (GUM) resmi dibuka pada 22 Oktober 2022. GUM tidak hanya menjadi tempat penyimpanan artefak, tetapi juga menginspirasi pembuatan History Wall yang melengkapi buku ini.
Acara peluncuran dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Romo Ignasius Budiono, O. CARM (Prior Provinsial Ordo Karmel Indonesia), yang terkesan dengan nilai spiritual dan visi para pendiri Ursulin.
"Saya iri dengan mereka yang bisa menulis buku sejarah karena saya yakin mereka tahu lebih banyak tentang kekayaan yang tersimpan selama 125 tahun ini. Mempertahankan peninggalan bangunan bersejarah itu sulit, tapi yang tak kalah penting dari pelestarian bangunan fisik adalah semangat dan visi yang diwariskan para suster", terangnya.
Baca juga: Sekolah Rakyat Diperuntukkan Bagi Kaum Miskin
Sementara itu, Pudentia (Dosen FIB Universitas Indonesia) menyebut buku ini "ramah, terbuka, dan jujur". Salah satu hadirin, Daya Negri Wijaya, sejarawan Universitas Negeri Malang, turut mengapresiasi kekayaan visual dalam buku ini, terutama perspektif perempuan tentang masa pendudukan Jepang. Ia berharap sumber otentik dokumen sejarah yang mendasari buku ini bisa diakses lebih luas melalui platform digital. Menanggapi hal ini, menurut Suster Lucia, dokumen yang bersifat internal dan lisensi masih menjadi hambatannya.
Bagi masyarakat Malang dan para pencinta sejarah, Cor Unum et Anima Una adalah bukti nyata ketangguhan, iman, dan dedikasi para perintis pendidikan perempuan. Buku ini tidak sekadar mengingatkan pada masa lalu, tetapi juga menjadi inspirasi untuk terus melangkah ke depan.
Latifah/Melipirnews.com
Komentar
Posting Komentar