Sulitnya Pendakian Gunung Rinjani Bagi Pemula

"Anda bisa menaiki tiga anak tangga lalu meluncur turun dua anak tangga. Rasanya seperti berjalan di gurun pasir. Itulah alasannya mengapa pendakian ini memakan waktu begitu lama, "

Gunung Rinjani yang bertinggi 3.726 meter merupakan destinasi pendakian favorit bagi para pendaki yang menyukai tantangan pegunungan volkano aktif. Wilayah gunung ini dibagi tiga kabupaten di Lombok, yaitu Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Utara. Wilayah terluas berada di Kabuparen Lombok Utara. 

Pendakian dari Sembalun. Photo oleh Sébastien Goldberg  (Unsplash)

Terdapat dua rute pendakian Gunung Rinjani, yaitu rute Sembalun dan rute Senaru. Direkomendasikan oleh ahli setempat, pendakian dimulai dengan rute Senaru. Walaupun begitu, perjalanan tetap bisa juga diawali dari desa adat Sembalun, lalu turun melalui rute Senaru. Melalui parjalanan ini para pendaki bisa juga mengunjungi danau kawah dan sumber air panas.

Bahkan banyak orang yang mendaki rute Senaru tidak bertujuan untuk mencapai puncak. Mereka hanya naik ke bibir kawah, untuk melihat danau dan para nelayan, lalu kembali turun ke Senaru. Jadi, untuk peluang terbaik, mencapai puncak, katanya, mulailah dengan pendakian dari Sembalun.

Baca juga: Disiplin Di Angkasa Diselingi Pantun Ala Hanafi Herlim

Jarak pendakian Gunung Rinjani yang relatif pendek, sehingga pendaki seringkali meremehkan tingkat kesulitannya. Namun banyak pendaki yang sudah profesional pun belum menyadari kesulitan Gunung Rinjani yang menanjak. Walaupun mereka mungkin telah terbiasa berjalan kaki sejauh 30 km sehari, namun jarak 10 km mendaki dan menanjak hingga 1.000 meter bukanlah hal yang mudah. 

Oleh karena itu, saran ahli setempat, mendaki Rinjani membutuhkan waktu minimal dua hari satu malam. Jika ingin benar-benar mencapai puncak, rencanakan perjalanan dalam waktu tiga hari dua malam. Perlu diketahui sobat pendaki juga, pendakian puncaknya hanya satu kilometer, namun hal ini bisa jadi ditempuh dengan berjalan tiga jam hanya untuk mencapai satu kilometer tersebut. Belum lagi medannya yang berbatu, abu, dan berpasir. 

"Anda bisa menaiki tiga anak tangga lalu meluncur turun dua anak tangga. Rasanya seperti berjalan di gurun pasir. Itulah alasannya mengapa pendakian ini memakan waktu begitu lama, " ujarnya. 

Baca juga: Pulau Terluar yang Dieksplorasi Anak Ekonomi

Untuk mendaki ke puncak, pendaki harus bangun sebelum fajar. Pagi buta dipastikan hawa dingin menusuk, disertai angin dan kabut tebal. Dalam situasi seperti ini dtuntut kesiapan mental dan fisik yang kuat untuk melakukan pendakian ini. Seorang pendaki pemula tidak disarankan langsung menaiki Rinjani. Selain kesiapan mental dan fisik, kesiapan peralatan yang digunakan juga harus betul-betul prima. Salah satu peralatan yang direkomendasikan yaitu sepatu gunung seperti di bawah ini. 


Advertisement 

Asyiknya pendakian Rinjani, setelah mencapai puncak yang begitu sulit, pendaki bisa kembali dan memilih untuk tetap berada di Kawah Sembalun. Di sini, pendaki akan menikmati pemandangan matahari terbit yang indah dari danau vulkanik di bawahnya. Tentu saja hal ini dapat dinikmati jika cuaca sedang cerah.

Menurut ahli setempat, waktu terbaik untuk mendaki Gunung Rinjani adalah selama musim kemarau, dari April hingga akhir Oktober. Rinjani ditutup selama bulan-bulan hujan, karena jalurnya menjadi terlalu licin dan berbahaya. Selain itu juga terdapat pembatasan pendaki dari pemerintah, yaitu 400 pendaki per hari, yang dari angka tersebut, 290 kuota untuk wisatawan asing dan sisanya untuk penduduk lokal.

Untuk menuju ke Gunung Rinjani, pendaki dari luar Lombok dapat menggunakan kendaraan berupa pesawat udara menuju Bandara Internasional Praya, Lombok Tengah. Selanjutnya menempuh perjalanan dengan mobil menuju Desa Senaru jika ingin melakukan pendakian dari arah barat, atau Sembalun jika ingin memulai pendakian dari arah timur. Perjalanan dapat ditempuh lebih kurang selama 3 jam. Selain itu, tersedia juga kapal feri yang berlabuh di pelabuhan Padang Bay, Bali menuju  ke Lembar di Lombok. 

Komentar

Populer Sepekan

Kuliner Tionghoa-Indonesia: Lebih dari Sekadar Rasa, Ini Soal Identitas dan Memori

The Gading Archive: Sebuah Perjalanan Rasa dan Kenangan di Kelapa Gading

Menguak Misteri UFO di Malang: Ketika Intuisi dan Sains Berkolaborasi

Dari Dapur ke Literasi: Pendokumentasian Kuliner Tradisional sebagai Warisan Budaya

Topeng Malangan "Panji Mangu" Menolak Usang

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Melipir Mewarnai Gerabah di Museum Benteng Vredeburg

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals