Penyebab Banjir, Gubernur Dedi: Akibat Pembangunan, Pusat: Curah Hujan

Awal Maret 2025, bencana ekologi kembali terjadi di kawasan Jabodetabek. 

Awal Maret 2025, saat umat Islam mengawali ibadah puasa Ramadhan, banjir melanda berbagai kawasan di Jawa Barat dan Jakarta. Kawasan Cisarua, Puncak, Bogor diterjang banjir bandang, disusul kemudian banjir melanda kawasan Kota dan Kabupaten Bekasi, sebagian Depok hingga Jakarta.

Ilustrasi banjir (freepik.com)

Dilaporkan bencana banjir di wilayah Kabupaten Bogor terjadi di enam kecamatan, mulai dari Pa­rung Panjang, Cisarua, Bojong Gede, Tenjo, Dramaga, hingga Rumpin. Untuk bencana angin kencang, terjadi di bagian barat Kabupaten Bogor. Beberapa kecamatan lain dilaporkan terjadi tanah longsor.

Di kawasan Bekasi, banjir melanda 7 kecamatan, antara lain Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Medan Satria, Jatiasih, Pondok Gede dan Rawalumbu. Di Jakarta, banjir menghampiri kawasan Cililitan (Jakarta Timur), Lebak Bulus dan Pasar Minggu (Jakarta Selatan), Gunung Sahari (Jakarta Pusat), Rawa Buaya dan Daan Mogot (Jakarta Barat).

Banjir kali ini agak lain ceritanya karena komentar Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan pejabat pusat agak berbeda ketika ditanya wartawan mengenai penyebabnya. Melipirnews berusaha mengumpulkan pendapat para pejabat yang berwenang dalam urusan banjir ini. 

Saat menghadiri acara groundbreaking perumahan ASN Polri di Karawang, Jawa Barat, Selasa (4 Maret 2025) Dedi Mulyadi menyatakan, "Kalau nafsu buat membangun dihajar habis, ini akibatnya, ini problem dari lamanya kita abai terhadap lingkungan dan ini saatnya kita mengevaluasi diri".

Terhadap banjir bandang di Cisarua, Puncak, Bogor, Dedi berujar hal itu disebabkan alih fungsi lahan yang semakin masif terjadi. Oleh sebab itu, alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor harus cepat dihentikan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah bencana lebih lanjut.

"Berdasarkan data yang kami miliki, lebih dari seribu hektare lahan perkebunan teh di Puncak telah beralih fungsi. Ini menjadi perhatian serius karena berpotensi memperburuk kondisi lingkungan," ujar Dedi di hadapan wartawan.

Baca juga: Sehatkah Beraktivitas di Kali Ciliwung Jakarta?

Akan halnya pandangan pejabat pusat, banjir di kawasan Jabodetabek kali ini cenderung dilihat sebagai dampak cuaca. Curah hujan yang tinggi menjadi penyebabnya . "Tentu ini akibat dari curah hujan yang tinggi, cuaca ekstrem," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Silang pendapat para pejabat hal yang menjadi penyebab banjir ini mengingatkan pada beda pendapat antara Presiden Joko Widodo dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan awal tahun 2020. Saat itu, bandara Soekarno-Hatta juga terhinggapi banjir. Menurut Joko Widodo, penyebab banjir karena warga membuang sampah sembarangan. Anies tidak melihat faktor sampah seperti Jokowi, melainkan karena sistem pengendalian air dari selatan Jakarta bermasalah serta faktor cuaca ekstrim.

Melipirnews, dari berbagai sumber

Latest
First

Komentar

Popular News

Ayam Lodho Trenggalek: Dari Ritual Sakral hingga Kuliner Legendaris

Seni, Bahasa, dan Dialog Antariman: Tiga Jalan Menuju Inklusivitas Beragama di Indonesia

Penjaja Soto Dikriminalisasi dan Sekaligus Dirindukan Kolonial

Menelusuri Jejak Sejarah Kota Malang Lewat Tur Jelajah Klodjian

Kembalinya Roxette Ke Pentas Musik Dunia

Pulau Terluar yang Dieksplorasi Anak Ekonomi

Kehidupan di Wilayah Perbatasan Tak Seindah Pos Perbatasan

Semarak Peringatan Hari Lansia Nasional 2025 di Hutan Malabar

Haji dalam Sastra Indonesia: Kisah Transformasi Jiwa dan Masyarakat

Inovasi Museum yang Mengubah Cara Kita Belajar

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Melipir Mewarnai Gerabah di Museum Benteng Vredeburg

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Menyusuri 125 Tahun Dedikasi Ursulin dalam Pendidikan di Malang

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Menelusuri Jejak Sejarah Kota Malang Lewat Tur Jelajah Klodjian

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.