Taman Gajah Mada Menjadi Situs Kebugaran dan Keberagaman Warga Medan

Apa sih, keterkaitan taman dengan warga kota? Ternyata beragam manfaat akan keberadaan taman

Sore menjelang waktu Asar, banyak orang bergegas melangkahkan kakinya berderap-derap menyusuri tapak paving block memutari lapangan bola voli, basket dan takraw yang berada di tengah taman. Wajah-wajah yang mencitrakan beragam etnis yang mendiami kota Medan tercermin sore itu. Hal ini menandakan bahwa penduduk kota ini memang beragam. wajah-wajah Melayu, Tionghoa dan Keling menyembul berpadu di taman Gajah Mada Medan sore, akhir Juni 2024 itu.  

Sumber: Wikipedia

Lokasi taman ini begitu strategis karena terletak di jantung kota Medan. Taman Gajah Mada, ya, begitulah nama taman yang berada di Jl. Gajah Mada No.35, Babura, Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara itu. Taman ini ternyata selain memberi ruang warga berolahraga ringan namun juga menjadi ajang perjumpaan warga dengan latar belakang berbeda. Layaknya taman kota, taman ini dikelilingi kawasan perniagaan dan hunian warga kota. 

Baca juga: Seni, Bahasa, dan Dialog Antariman: Tiga Jalan Menuju Inklusivitas Beragama di Indonesia

Menurut catatan yang ada, taman ini memiliki luas 78.000 meter persegi dan dibangun pada tahun 1991 dan diresmikan sejak 5 Oktober 1993 oleh Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar. Warga sekitar Medan memanfaatkan lanskap ini untuk berolahraga. Biasanya, taman ini ramai dikunjungi pada pagi dan sore hari. Pengunjung yang datang di pagi hari biasanya hanya untuk berolahraga. Sementara itu, pengunjung yang datang di sore hari biasanya memanfaatkan taman untuk bersantai duduk-duduk menikmati suasana sore di taman yang asri dan bersih ini.

Apa sih, keterkaitan taman dengan warga kota? Ternyata beragam manfaat akan keberadaan taman. Untuk menyebut contoh manfaat taman selain taman Gajah Mada, bisa menengok pada salah satu contoh yakni taman Phalen. Taman ini  adalah salah satu taman terbesar di St. Paul, Minnesota, Amerika Serikat yang memiliki luas sekitar 2 kilometer persegi. Di taman ini tersedia danau seluas 198 acre yang dikelilingi jalur setapak, penyewaan perahu, lapangan golf, teater, patung, taman bermain, dan dua paviliun untuk piknik, pertunjukan, dan pertemuan lainnya. Banyak rumah tangga berpenghasilan rendah di sekitar taman tidak memiliki akses ke tempat berenang gratis dan di sinilah mereka dapat berenang yang aman dan taman membantu mengurangi kesenjangan ini.

Orang-orang di Minnesota, Amerika Serikat, memanfaatkan taman dengan berbagai cara. Orang keturunan Asia-Amerika 2,5 kali lebih sering menghadiri acara keluarga di taman ini dibandingkan yang lain, sementara pengunjung kulit hitam 1,75 kali lebih sering pergi memancing di sana dibandingkan yang lain. Mereka menggunakan taman Phalen karena banyaknya kegiatan yang dapat dilakukan di sana dan beragamnya kelompok masyarakat dapat dijumpai di taman tersebut. 

Baca juga: Rumah Sakit Herbal China Tawarkan Wisata Kebugaran

Selain itu, taman ini menyelenggarakan pertunjukan budaya, pertemuan komunitas seperti pemutaran film, dan acara regional seperti kegiatan pengelolaan air tawar dan lomba perahu naga. Acara-acara gratis ini melayani berbagai kelompok usia, menarik beragam pengunjung, dan mempromosikan pembelajaran budaya serta interaksi antarras yang positif. Taman Phalen adalah salah satu taman yang paling banyak dikunjungi di Twin Cities, Minnesota dengan perkiraan 1,1 juta kunjungan pada tahun 2021.

Ada banyak alasan praktis bagi kota-kota untuk berinvestasi di taman umum. Studi menemukan bahwa mengunjungi ruang terbuka hijau mengurangi stres dan orang yang tinggal dalam radius setengah mil dari taman umum cenderung lebih banyak berolahraga daripada mereka yang tidak memiliki akses ke tempat aman untuk berjalan kaki, bersepeda, dan rekreasi. Taman umum menyediakan ruang di mana orang dapat berkumpul secara gratis.

Melipirnews

Related Posts

Komentar

Populer Sepekan

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

SLO Jadi Alternatif Pengganti CSR

Minggir di Umbul Gemulo: Menemukan Ketenangan di Tengah Perlawanan Sunyi Sebuah Mata Air

Kuliner Tionghoa-Indonesia: Lebih dari Sekadar Rasa, Ini Soal Identitas dan Memori

Salah Kaprah Kata Viral di Media Sosial

Para Desainer Batik Cabin Crew Garuda Indonesia Airlines dan Malaysia Airlines

Menelusuri Jejak Sejarah Kota Malang Lewat Tur Jelajah Klodjian

Seni, Bahasa, dan Dialog Antariman: Tiga Jalan Menuju Inklusivitas Beragama di Indonesia

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Melipir Mewarnai Gerabah di Museum Benteng Vredeburg

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.