Minggir di Umbul Gemulo: Menemukan Ketenangan di Tengah Perlawanan Sunyi Sebuah Mata Air

Di balik kolam seluas 100 meter persegi dengan kedalaman satu meter itu, tersembunyi cerita perjuangan yang dipaparkan oleh Koordinator Nawakalam Gemulo, Aris Faudin

Di balik gemericik Umbul Gemulo yang menenangkan, tersimpan sebuah harapan mendesak dari Aris: sebuah peta. Bukan peta harta karun, melainkan Peta Cekungan Air Tanah (CAT).yang akan menjadi senjata ampuh untuk menyelamatkan mata air ini dari ancaman.

Umbul Gemulo (Foto: Latifah)

Dalam ritme hidup yang kian cepat dan kota yang kian sesak, ada sebuah ajakan untuk melambat. Untuk ‘minggir’ sejenak. Inilah yang diusung oleh Womenngalam dan Komunitas Upaya melalui sebuah program inklusif bernama "Minggir". Lebih dari sekadar jalan-jalan, "Minggir" menjadi sebuah gerakan untuk menyelami kembali hubungan kita yang hampir terputus dengan sumber kehidupan paling purba: mata air.

Baca juga: Sehatkah Beraktivitas di Kali Ciliwung Jakarta?

Minggu, 28 September 2025 menjadi pertemuan perdana Minggir bertempat di Sumber Umbul Gemulo, sebuah oase penyejuk di Desa Bulukerto, Batu. Agenda dimulai dengan sebuah meditasi sekitar 60 menit yang dipandu Komunitas Upaya. Bayangkan, duduk bersila menghirup udara bersih, di antara rimbunnya pepohonan, diiringi suara angin mendesir, suara burung, dan suara riang anak-anak bermain air.  Setelah jiwa terasa plong, inilah saatnya untuk membasuh diri dalam kesegaran alam secara harfiah—main air dan bersih-bersih sumber air. 

Namun, ketenangan Umbul Gemulo menyimpan sebuah narasi perlawanan yang gigih. Di balik kolam seluas 100 meter persegi dengan kedalaman satu meter itu, tersembunyi cerita perjuangan yang dipaparkan oleh Koordinator Nawakalam Gemulo, Aris Faudin.  "Ancaman itu datang silih berganti, sejak 2004, 2010…." kata Aris, suaranya tenang namun berisi.

Umbul Gemulo bagai oasis yang dikepung gurun modernisasi. Dalam radius kurang dari 200 meter, rencana pembangunan hotel, Bumiaji Park, rest area, fasilitas pengolahan sampah (TPS3R), hingga Dapur MBG pernah mengintai. Tak ketinggalan kegigihan sebuah perusahaan pangan multinasional yang mengincar kepemilikan sumber ini.  Keberhasilan warga dan pegiat lingkungan menghalau proyek-proyek ini, terutama Dapur MBG, adalah bukti nyata bahwa kearifan lokal masih memiliki suara.

Ancaman yang lebih sistemik justru datang dari kebijakan. Aris menyoroti Perda RTRW Kota Batu No. 7/2022 yang secara diam-diam menggeser banyak mata air dari kategori lindung, sebuah langkah yang bertolak belakang dengan Keputusan Presiden No. 32/1990. Ancaman tersebut juga datang dari kebijakan pajak air tanah yang melambung tinggi. 

Di penghujung dialog, harapan Aris mengerucut pada satu solusi yang mendesak: Peta Cekungan Air Tanah (CAT). Baginya, peta ini bukan sekadar gambar, melainkan "senjata ampuh" yang akan mengubah perlawanan menjadi negosiasi. Sebuah Peta CAT mampu mengungkap bagaimana rencana pembangunan di sekeliling Umbul Gemulo mengancam keseimbangan seluruh sistem air bawah tanah. Dengan data ini di tangan, perjuangan warga memiliki fondasi yang kokoh untuk merumuskan regulasi pelindung yang tak terbantahkan di meja perundingan dengan para pemangku kebijakan.

Di tengah lemahnya payung hukum, masyarakat setempat justru menggali kekuatan dari nilai-nilai tradisi. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab kolektif untuk melestarikan Umbul Gemulo mereka pupuk melalui ritual barikan—sebuah selamatan sumber air yang diadakan setahun tiga kali: pada bulan Ruwah, Suro, dan peringatan Hari Air Sedunia. Ritual yang diawali wejangan dan ditutup dengan makan bersama ini adalah bentuk rasa syukur atas air yang berlimpah. Kesakralan tempat ini pun melampaui batas agama tertentu. Menanggapi keberadaan patung Buddha di lokasi, Aris menegaskan, "Bagi kami, poinnya adalah bagaimana tempat ini adalah punden, tempat sakral yang menjadi perlindungan bagi mata air."

Baca juga: Rumah Adat Sunda di Lereng Gunung Burangrang, Purwakarta, Jawa Barat

Melalui "Minggir", Womenngalam dan Komunitas Upaya ingin membangun ruang inklusif tempat setiap orang bisa turun tangan. Tidak hanya sekadar datang dan menikmati, tetapi juga ikut merawat, mendengarkan cerita, dan merasakan napas panjang alam yang mulai sesak. Dengan mengambil napas dalam-dalam di dekat sumber air, kita diajak untuk mengingat kembali bahwa melestarikan setiap tetesnya sama dengan merawat kehidupan kita sendiri."Minggir" akan berlanjut secara rutin setiap dua hingga tiga minggu sekali, menjelajahi sumber-sumber air lain di Malang Raya. Sebuah undangan terbuka untuk siapa saja yang rindu menjadikan pelestarian alam bukan sebagai tugas, tetapi sebagai sebuah panggilan jiwa.

Latifah/Melipirnews 

Komentar

Populer Sepekan

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Kisah Sukses Woko Channel di Mata Emak Kedai Kopi Pinggir Jalan Manyaran

Getuk Goreng Banyumas dan Impian Tembus Pasar Dunia

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Alih Naskah Pecenongan, Jakarta ke Panggung Imajinasi Lagu dan Komik

Mengulik Cerita Para Algojo 65 Menghilangkan Trauma

Setelah Setengah Abad Menghilang, Wayang Topeng Menak Malangan Bangkit Kembali

Menguak Misteri UFO di Malang: Ketika Intuisi dan Sains Berkolaborasi

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Rudy Chen Kenalkan Kemakmuran Muslim Shadian di Tiongkok

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

H.A. Mudzakir, Santri dan Seniman Langka yang Pernah Dimiliki Jepara

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Melipir Mewarnai Gerabah di Museum Benteng Vredeburg

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

banner

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.