"Misalnya apakah cocok anak-anak disuguhi menu spaghetti. Apalagi nanti jika sudah menjangkau kelompok masyarakat lain, termasuk ibu-ibu hamil"
Siswa keracunan setelah mengonsumsi menu makan bergizi gratis (MBG) kembali terjadi. Kali ini menimpa siswa di SMAN 1 Yogyakarta. Pada Kamis 16 Oktober 2025, diberitakan sejumlah 426 siswa mengalami sakit perut dan diare setelah mengonsumsi menu MBG sehari sebelumnya. Kejadian di sekolah favorit ini menambah deretan jumlah siswa yang diindikasikan keracunan setelah mengonsumsi menu yang disediakan Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi (SPPG) setempat.
![]() |
| Hakimul ikhwan (Foto: Melipirnews) |
Di tempat terpisah, koalisi Warga Tolak MBG juga menyuarakan adanya ekosistem sekolah dan komunitas yang dirusak oleh keberadaan MBG. Menurut koalisi ini, guru terbebani tugas tambahan mengelola distribusi makanan, mencatat alergi siswa, hingga menangani keracunan. Tak hanya itu, kantin sekolah pun kehilangan pendapatan, dan orang tua tersisih dari pemenuhan gizi anak. Koalisi ini juga mencatat kasus terbanyak terjadi di Jawa Barat (2.012 kasus), DIY (1.047 kasus), Jawa Tengah (722 kasus), Bengkulu (539 kasus), dan Sulawesi Tengah (446 kasus).
Baca juga: Komunikasi Empatik: Kunci Pemimpin Membangun Kepercayaan dan Hubungan yang Kuat
Menyikapi banyaknya murid keracunan makanan MGB, Ketua Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana mengatakan akan mengevaluasi Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi (SPPG) yang menyebabkan siswa keracunan tersebut dan akan melakukan pendampingan terhadap SPPG dengan menerjunkan juru masak bersertifikat.
Terbaru kalangan akademisi sosial juga menyuguhkan hasil penelitian mereka tentang program MBG. Forum diskusi mengenai hasil evaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) terhelat Kamis, 23 Oktober 2025 di Ruangan Juwono Sudarsono, FISIP UI Depok. Beberapa presenter menyajikan data berdasarkan hasil penelitian lembaganya. Semua aspek teknis dan kekurangan MBG dipaparkan dan dikomparasikan dengan negara-negara lain yang juga menyediakan makan siang gratis di sekolah-sekolah.
Aspek kebijakan terkait dengan unsur politik dan budaya banyak disinggung Hakimul Ikhwan, dosen Sosiologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Katanya, bagi generasi sekarang yang ingin berimajinasi dengan kebijakan sentralistik yang pernah ada di negeri di era orde baru, maka penyelenggaraan MBG saat ini dapat menjadi jawaban. Imajinasi di sini tidak ada kaitannya dengan pro-kontra program MBG. Ia hanya menunjuk pada suatu proses yang dulu pernah dipandang hanya berjalan satu arah komando dari pusat, dan dalam praktiknya menyumbat bermunculannya kearifan lokal serta identitas kelokalan lainnya.
Dari sekian pembicara, setahun berjalannya program MBG ini belum menunjukkan prestasi yang boleh dibilang membanggakan. Masih sebatas fase awal pada penguatan kapasitas, positioning dan sinkronisasi alur keterlibatan semua pihak. Berikutnya juga hasil komparasi dengan penyelenggaraan serupa seperti di negara lain. Mungkin orang Indonesia baru terhenyak kalau ada banyak siswa tahun-tahun mendatang tampil di ajang olimpiade atau berprestasi di kancah internasional lainnya.
Baca juga: Konferensi di Unibraw: Fenomena Peningkatan Peran Perempuan dan Bapak Rumah Tangga
Para akademisi juga menyinggung makanan bukan hanya soal gizi. Pada saatnya kebosanan muncul, yang namanya makanan juga menyangkut selera, serta juga kenangan masa lalu. Maka bukan mustahil nanti akan muncul permintaan untuk memunculkan jenis makanan pokok lokal sebelum diganti dengan kehadiran beras. "Jadinya makanan memang bukan semata soal gizi, nutrisi, kalori dan sebagainya. Ia juga menyangkut selera dan identitas. Misalnya apakah cocok anak-anak disuguhi menu spaghetti. Apalagi nanti jika sudah menjangkau kelompok masyarakat lain, termasuk ibu-ibu hamil", ujar Hakimul Ikhwan.
Pastinya bakal tidak main-main dalam penyediaan makanan bagi bumil, karena bukan anak sekolah yang lebih mudah diatur. Menu bagi ibu hamil belum disebutkan dalam penelitian kemarin dan hanya antisipasi jika nantinya betul-betul menyasar para ibu hamil.

Komentar
Posting Komentar