Dari Panel Surya hingga Es Krim Sawi: Kisah Nyata Kampus yang Menyatu dengan Masyarakat
Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Universitas Ma Chung (29/7), Sufiyanto, Dosen Teknik Mesin Universitas Merdeka Malang, memaparkan konsep inspiratif tentang peran kampus dalam membangun masyarakat. Papernya yang berjudul "Penguatan Tradisi Akademik Kampus untuk Mewujudkan Kampus Berdampak bagi Masyarakat" bukan sekadar wacana, melainkan bukti nyata bagaimana dunia akademik bisa menyentuh kehidupan riil masyarakat.
![]() |
Salindia Presentasi Sufianto |
Gagasan utama yang diusung Sufiyanto sederhana namun powerful: kampus harus keluar dari menara gadingnya. Pengabdian masyarakat bukan lagi kegiatan sampingan, melainkan jantung dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terintegrasi dengan penelitian dan pengajaran. "Ini tentang menciptakan siklus berkelanjutan," ujarnya.
Sufiyanto menekankan bahwa riset kampus harus lahir dari problematika riil masyarakat. Ia mencontohkan inovasi hidroponik panel surya yang dikembangkan kampusnya. Teknologi ini tidak berakhir di laboratorium, tetapi diimplementasikan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan di Malang. "Riset kami ukur bukan hanya dari jumlah publikasi, tapi dari berapa banyak keluarga yang terbantu," tegasnya.
Kolaborasi: Kunci Keberhasilan
Cerita sukses datang dari Desa Sukowilangan, di mana kampus berkolaborasi dengan Pokdarwis dan kelompok tani. Program pelatihan pengolahan sayur menjadi es krim sawi (SAJIWI) berhasil meningkatkan pendapatan warga. "Kami tidak datang dengan solusi instan, tapi mendengar dulu kebutuhan mereka," kisah Sufiyanto.
Yang menarik, mahasiswa dilibatkan secara aktif melalui KKN Tematik. Mereka tidak hanya turun ke lapangan, tetapi juga menghasilkan karya nyata seperti revitalisasi kampung tematik berbasis jahe merah di Kelurahan Mulyorejo. "Ini pembelajaran holistik: teori di kelas, praktik di masyarakat," jelas Sufiyanto. Perguruan tinggi tidak hanya menjadi menara gading akademik, tapi juga hadir langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari berbagai program pengabdian masyarakat yang dijalankan Universitas Merdeka Malang, seperti terungkap dalam presentasi terbaru mereka.
Salah satu program unggulan yang patut disoroti adalah penerapan teknologi hidroponik berbasis panel surya. Tim akademik berhasil mengembangkan sistem pertanian modern yang tidak hanya meningkatkan produksi pangan lokal, tapi juga mengajarkan masyarakat tentang kemandirian energi.
Tak kalah menarik, inovasi Es Krim Sawi (SAJIWI) yang dikembangkan bersama Kelompok Tani Genitri 09 berhasil menyulap sayuran biasa menjadi produk bernilai jual tinggi. Melalui pelatihan pengolahan dan pemasaran digital, petani kini bisa menjual produk mereka dengan harga lebih kompetitif.
Di bidang budaya, program pemberdayaan perajin batik di Kelurahan Sukuri berhasil menghidupkan kembali warisan lokal sekaligus membuka akses ekonomi. Dalam program Pelatihan Branding Produk Jamu Traditional "Jandasare" Untuk Perluasan Pemasaran di Pasar digital, kampus tidak hanya mendukung upaya masyarakat kearifan budaya tradisional, tapi juga mengajarkan teknik branding agar produk lebih diminati pasar.
Sementara itu, di perkotaan, masyarakat diajak memanfaatkan pekarangan sempit melalui urban farming dengan sistem greenhouse dan irigasi tetes. Teknologi sederhana ini terbukti efektif mendukung ketahanan pangan keluarga.
Yang menarik, semua program ini lahir dari hasil penelitian kampus yang diujicobakan langsung di masyarakat. Ini bukti bahwa riset tidak harus berakhir di laboratorium.
Baca juga: Mukhtasar Syamsuddin Menjawab Disrupsi Teknologi Dengan Konsep Neokonfusianisme
Keberhasilan program-program ini tidak lepas dari kolaborasi erat dengan kelompok tani, komunitas budaya, dan pemerintah setempat. Dokumentasi program dalam bentuk video yang bisa diakses di YouTube juga memungkinkan daerah lain untuk belajar dan mengadopsi inovasi serupa.
Ternyata, ketika kampus turun langsung ke masyarakat, yang tercipta bukan hanya teori tapi solusi nyata. Dari hidroponik surya hingga es krim sawi, inovasi sederhana ini membuktikan bahwa pengabdian masyarakat bisa menjadi jembatan antara akademisi dan kebutuhan riil di lapangan.
![]() |
Cek penawarannya selagi ada! |
Dokumentasi dan Perlindungan Inovasi
Kampus tidak hanya fokus pada aksi, tapi juga pendokumentasian. Berbagai program diabadikan dalam video YouTube dan artikel seminar. Yang tak kalah penting adalah perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk inovasi seperti desain industri sistem irigasi hemat air.
Sufiyanto menutup dengan pesan kuat tentang keberlanjutan. Jangan sampai program pengabdian seperti hujan sesaat. Perkembangan mitra perlu dipantau terus, bahkan perlu mengajukan pendanaan lanjutan melalui program hilirisasi.
Presentasi Sufiyanto menjadi bukti bahwa kampus bisa menjadi katalisator perubahan sosial. Dengan pendekatan terpadu yang melibatkan riset relevan, kolaborasi erat dengan masyarakat, dan komitmen jangka panjang, dunia akademik benar-benar bisa menciptakan dampak nyata.
Latifah/Melipirnews
Komentar
Posting Komentar