Bertaruh Cuan di Tengah Kemacetan Jalan Raya Sawangan


“Sejak saya masih kecil, sebelum orangtua saya memindahkan usaha bengkelnya di sini, saya sudah mendengar wacana pelebaran jalan Sawangan ini. Tapi sampai sekarang setelah kedua orangtua saya meninggal dan saya sekarang yang meng-handle bengkel ini, jalan masih seperti ini”.

Ilustrasi kemacetan

Sebutlah Citra, bukan nama sebenarnya, pengusaha bengkel di jalan raya Sawangan mengisahkan kesaksiannya mengenai rencana pelebaran jalan raya yang berada di depan usahanya. Sebagai pengusaha bidang mekanik, tentu saja pernyataan itu tidak dapat dipastikan dari relung hatinya terdalam. Justru keramaian dan kemacetan itu mungkin memang diharapkan agar usahanya tetap berkembang dan disambangi customer. Mungkin ia juga akan bingung jika pelebaran jalan itu terealisasi, karena pastinya tempat usahanya juga akan ikut terkena imbasnya.

Namun, seperti Citra dan orang-orang Depok yang tinggal di kawasan Kecamatan Bojongsari, Sawangan, Limo serta Pancoran Mas, mereka hanya bisa pasrah. Walaupun jujur saja dapat keuntungan dari kemacetan yang ada. Berbeda halnya jika memang tempat usahanya ini atau tempat kerjanya di Jakarta maupun daerah yang jauh dan harus melewati jalanan macet itu setiap hari. Sejak sebelum pintu tol difungsikan di jalan raya Sawangan, sampai sekarang telah difungsikan, kemacetan bukannya berkurang, malah justru bertambah. Jika sebelum ada tol, kemacetan paling parah dirasakan pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, sejak adanya tol yang dibuka Juli 2020 malah saban hari kemacetan terjadi. Jalanan lengang mungkin hanya dijumpai mulai pukul 21.00 sampai pukul 5 pagi hari. Mengaspal di luar jam-jam itu bakal menghadapi tekanan mental akibat didera kemacetan.

Umumnya di kota-kota besar di seluruh dunia, kemacetan menjadi problem. Hitungan-hitungan logis akan mengarah pada banyak kerugian akibat tersendatnya transportasi. Kota yang sehat adalah kota yang tanpa macet, begitu kira-kira, karena sangat berbahaya emisi kendaraan bermotor dan polutan yang membanjiri udara. Belum lagi ancaman stress. Barangkali saja ada benarnya pendapat Walikota Depok, Muhammad Idris di pertengahan tahun 2022 yang mengusulkan Depok masuk ke Jakarta saja karena antara lain problem kemacetan di Depok disebabkan penduduk Depok banyak bekerja di Jakarta. Perburuan waktu ke Jakarta dan sebaliknya di jalanan yang sempit itu mungkin menyebabkan kemacetan. Karenanya, masalah di Depok sebetulnya masalah Jakarta juga.

Uniknya, sektor usaha di wilayah yang dilanda kemacetan di Depok bagian barat ini memang seakan tak terpengaruh dengan macetnya jalanan. Buktinya berbagai usaha terus tumbuh. Misalnya usaha perumahan dalam berbagai ukurannya, mulai dari yang model cluster, town house, komplek perumahan berskala menengah hingga kelas atas terus dibangun. Ironisnya lagi, belum pernah terdengar usaha perumahan bangkrut atau kolaps dari kawasan ini. Belum lagi usaha-usaha kuliner dan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga lainnya seperti tempat perbelanjaan malah semakin banyak berdiri di pinggir jalan yang saban hari macet ini.
Jika sebelum ada tol, kemacetan paling parah dirasakan pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, sejak adanya tol yang dibuka Juli 2020 malah saban hari kemacetan terjadi
Sebutlah misalnya di jalan raya Muchtar dimulai dari ujungnya perempatan Parung Bingung yang dulunya lahan tak berfungsi, kini sudah berdiri restoran fast food. Ia menyusul dibukanya sebuah retail peralatan rumah tangga dan bangunan yang dibangun tidak jauh dari lokasi restoran fast food tersebut. Lalu di sekitar tugu Sawangan, dulunya juga lahan tanah tak berfungsi, belakangan telah berdiri pusat perbelanjaan. Properti juga terus dibangun melewati jalanan kecil yang bermuara di jalan Raya Muchtar hingga sampai di pertigaan Bojongsari. Perhitungan usaha memang mungkin masuk kalkulasi bagi para pelaku bisnis karena semakin banyak penduduk yang berpotensi untuk berbelanja. Namun sekali lagi, ini artinya usaha tidak pernah mengenal kemacetan sebagai kendala.

Waduh, jika memang kemacetan memang tidak menjadi masalah, maka kalkulasi bisnis benar adanya. Semakin banyak orang dan semakin padat lalu lalang kendaraan itu menjadi peluang untuk mendatangkan cuan.

Melipir News
Baca Juga

Komentar

Popular Posts

Panda di Luar China Diberi Nama dan Fakta Lainnya

Nokia Tinggal Sejarah?

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Tantangan Etis untuk Media dalam Pemberitaan Femisida

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Pelajaran dari Lamongan dalam Mencegah Kekerasan Ekstrim

Susah-Susah Gampang Bermitra dengan Agensi Iklan Digital

Ulah Ibrahim Sirkeci Turut Menggagalkan Kelulusan Cepat Bahlil

Ugahari dalam Seni Mengelola Alam ala Dayak Tenggalan

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Advertisements

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Kontes Debat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

Kasih Bunda Tak Terkira; Ber-Solo Touring Demi Tengok Anaknya

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Jika Kaesang Bersedia dan Menang, Depok Ikuti Kota Lain Dipimpin Anak Pemimpin Ataupun Mantan Pemimpin Negeri

Advertisement

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines

IKLAN ANDA

IKLAN ANDA

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.