Ary Budiyanto memaparkan bahwa ayam lodho awalnya adalah hidangan sakral dalam ritual masyarakat Jawa Mataraman
Ayam lodho, kuliner khas Trenggalek yang lezat dan sarat makna, menjadi sorotan dalam webinar Adi Budaya On Air bertajuk "Ayam Lodho: Dari Cita Rasa Membangun Kisah". Acara yang digelar oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI ini menghadirkan tiga narasumber: Ary Budiyanto (Dosen Antropologi Universitas Brawijaya), Drs. Sunyoto (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek), dan Ayub Nualak (Pegiat Ayam Lodho Trenggalek).
![]() |
Tangkapan layar webinar Adi Budaya On Air |
Jejak Sejarah: Dari Ritual hingga Meja Makan
Ary Budiyanto memaparkan bahwa ayam lodho awalnya adalah hidangan sakral dalam ritual masyarakat Jawa Mataraman, seperti kenduri dan peringatan kematian. "Dalam naskah kuno seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Centhini, hidangan serupa lodho—seperti pecel pitik (ayam panggang dengan bumbu santan)—sudah disebut sebagai sajian ritual," jelas Ary.
Baca juga: Gorengan Khas Jepang dan Impor Minyak Sawit dari Indonesia
Kata lodho sendiri, menurut Ary, berasal dari istilah Jawa lodhoh yang berarti "lembek" atau "kuah kental", merujuk pada tekstur ayam yang dimasak dengan santan dan rempah hingga bumbunya meresap. Uniknya, meski mirip dengan opor atau ingkung, lodho Trenggalek punya ciri khas: ayam kampung dibakar atau dipanggang dahulu sebelum dimasak dengan bumbu santan pedas.
Transformasi Menjadi Ikon Kuliner
Drs. Sunyoto menceritakan bagaimana lodho berevolusi dari hidangan ritual menjadi kuliner populer. "Sejak ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2016, lodho jadi ikon Trenggalek. Kami bahkan punya Kampung Lodho di Desa Kerjo, tempat warga memproduksinya secara turun-temurun," ujarnya.
Upaya pelestariannya beragam, mulai dari pemecahan rekor MURI dengan 1.000 lodho dalam acara adat Sembonyo Larung, hingga menjadikannya menu wajib untuk tamu kabupaten. "Lodho bukan sekadar makanan, tapi bagian dari identitas budaya kami," tambah Sunyoto.
Resep Rahasia dan Inovasi
Ayub Nualak, pemilik Ayam Lodho Pak Yusuf, berbagi kisah perjalanan lodho dari dapur rumah ke meja nasional. Sejak 1987, ia mengomersialkan lodho yang awalnya hanya disajikan untuk acara selametan. "Dulu, orang heran kami jual lodho karena dianggap sakral. Tapi kini, lodho jadi oleh-oleh wajib dari Trenggalek," kata Ayub.
Resep lodho Pak Yusuf dirahasiakan, tapi Ayub membocorkan sedikit rahasia: ayam kampung dibakar dengan arang besar sebelum direbus dalam santan berbumbu. "Kuncinya di ulat, nikmat, tempat—harus ulet, rasanya enak, dan tempatnya nyaman," ujarnya sambil tersenyum.
Baca juga: Penjaja Soto Dikriminalisasi dan Sekaligus Dirindukan Kolonial
Lodho di Era Modern
Ary Budiyanto menekankan pentingnya narasi budaya untuk mempertahankan lodho. "Generasi muda perlu tahu kisah di balik lodho, bukan hanya rasanya. Ini bisa dikemas lewat film, buku, atau konten digital," sarannya.
Webinar ini ditutup dengan harapan agar lodho tak hanya lestari, tapi juga mendunia. "Seperti rendang atau sate, lodho berpotensi jadi duta kuliner Indonesia," pungkas Ary.
Bagi yang penasaran, lodho Trenggalek bisa dinikmati di Kampung Lodho atau rumah makan seperti Ayam Lodho Pak Yusuf. Siap-siap ketagihan!
Latifah/Melipirnews
Komentar
Posting Komentar