Yang patut diapresiasi secara khusus adalah semangat dan dedikasi para ASN ini
Apresiasi tinggi layak diberikan kepada ASN Kota Malang yang telah melampaui batas peran birokrasi. Mereka hadir sebagai penulis, menyumbangkan gagasan dan karya literer untuk memperkaya khazanah budaya kota di usianya yang ke-111.
![]() |
Bedah Buku “Balaikota Menulis #2 |
Memperingati usia ke-111 tahun Kota Malang, semangat literasi juga menggelora di jantung birokrasi pemerintahan Kota Malang. Gerakan Literasi ASN Pemkot Malang kembali menunjukkan hasil nyatanya dengan melahirkan buku “Balaikota Menulis #2” yang didiskusikan pada Jumat, 22 Agustus 2025 di Gramedia Kayutangan. Acara ini menjadi sebuah persembahan intelektual dan kreatif untuk kota yang mereka kelola, membuktikan bahwa birokrat juga dapat menjadi penjaga memori kolektif dan agen kebudayaan.
Buku “Balaikota Menulis #2: 111 Tahun Kota Malang” merupakan antologi tulisan para ASN yang mengupas beragam aspek sejarah, seni, budaya, dan dinamika kontemporer Kota Malang. Cakupan temanya sangat luas dan kaya, mulai dari perkembangan seni budaya kontemporer, kilas balik Sekretaris Daerah Kota Malang dari 1914-1964, profil pahlawan seperti Susanto Darmojo dari Pertempuran Jalan Salak, hingga kolaborasi pengembangan Kayutangan Heritage. Buku ini juga menyajikan sajian ringan seperti ulasan kuliner legendaris, puisi, serta catatan tentang tempat ikonis seperti Taman Indrokilo, Gedung Kesenian Gajayana, Masjid Baiturrohim, dan Warisan Singhasari, menjadikannya sebuah mozaik komprehensif yang merefleksikan wajah Malang dari masa ke masa.
![]() |
Advertisement |
Yang patut diapresiasi secara khusus adalah semangat dan dedikasi para ASN ini. Di tengah tumpukan tugas administrasi, target kinerja, dan kesibukan rutin yang melekat pada profesi, mereka berani meluangkan waktu, energi, dan pikiran untuk berkarya secara kreatif. Mereka tidak membatasi diri hanya pada tugasnya sebagai pelaksana kebijakan, tetapi melangkah lebih jauh menjadi penulis, peneliti, dan pencatat sejarah kota. Kesediaan untuk “mencari kesempatan menulis” di sela-sela kesibukan utama ini menunjukkan adanya gelora literasi yang hidup dan hasrat untuk berkontribusi lebih bagi kota yang mereka cintai.
Acara bedah buku menghadirkan Rendra Fatrisna Kurniawan (salah satu penulis) dan Agung H. Buana (penggagas dan editor buku). Diskusi dimoderatori oleh Abdul Malik, dengan pembahas Gedeon, Ketua IKAPI Malang. Sebelum diskusi dimulai, acara semakin meriah dengan kegiatan lelang lukisan dan pertunjukan music ciamik.
Agung H. Buana, dalam paparannya, menekankan bahwa gerakan ini adalah tentang tindakan nyata. “Kita sering datang ke acara mengucapkan salam literasi, tapi malu tidak melakukan apa-apa. Buku ini menunjukkan bahwa Gerakan literasi itu adalah suatu tindakan aktif, melakukan sesuatu,” ujarnya. Buku seri kedua ini diharapkannya dapat memantik kelanjutan gerakan menulis di kalangan ASN pada tahun-tahun mendatang.
Sementara itu, Rendra Fatrisna Kurniawan, penulis esai “Cakrawala Mandala Dwipantara: Warisan Singhasari untuk Malang Modern”, menyebut kegiatan menulis ini bagai “ekstrakurikuler” yang menyegarkan bagi ASN. Ia membagikan pengalaman personalnya beradaptasi antara menulis digital dan cetak. “Yang menarik di tengah disrupsi teknologi ini, kita berusaha kembali menulis dengan media cetak melalui gerakan literasi ini. Sebelumnya saya menulis puisi dengan media online yang membutuhkan penyesuaian berbasis digital, yang bisa dibaca cepat. Pada kegiatan literasi yang digagas Pak Agung ini, kita kembali belajar menulis seperti semula,” tuturnya. Perjalanan kreatifnya, yang menulis usai menyelenggarakan Festival Singhasari, adalah contoh nyata bagaimana seorang ASN mampu mengelola waktunya untuk melahirkan karya.
![]() |
Advertisement |
Agung juga memaparkan konsep desain buku yang dinamis. Desain cover “blue sky”, sementara susunan kontennya sengaja diselang-seling antara tulisan serius dan ringan untuk memberikan variasi dan menjaga minat baca.
Tanggapan dari peserta diskusi sangat positif. Muncul harapan agar semangat literasi ini dapat menular ke sekolah-sekolah di Malang, menciptakan gelombang baru budaya baca-tulis yang lebih luas. Selain itu, ada juga aspirasi agar Balaikota Malang semakin terbuka bagi publik. Menanggapi hal ini, Agung bercerita tentang upayanya yang telah membangun galeri sejarah di Balaikota yang terbuka untuk umum. “Saya bahkan sering menjadi pemandu tur bagi masyarakat yang ingin mengetahui sejarah Balaikota Malang,” imbuhnya.
Acara “Balaikota Menulis #2” kembali menjadi sebuah deklarasi bahwa birokrasi tidak harus kaku dan tertutup, tetapi dapat menjadi ruang kreatif yang melahirkan karya-karya intelektual untuk memajukan kota dan warisan budayanya. Apresiasi setinggi-tingginya layak diberikan kepada para ASN yang dengan berani melampaui batas definisi tradisional pekerjaannya. Mereka tidak hanya menjalankan tugas, tetapi juga berkarya, mencurahkan hati, dan menorehkan pemikiran untuk keabadian literer Kota Malang. Gerakan ini membuktikan bahwa pena dan laptop para ASN adalah alat yang powerful untuk merawat memori dan membangun masa depan Malang yang lebih literat.
Latifah/melipirnews.com
Komentar
Posting Komentar