Menurut mereka, orangtua mereka telah menempati kawasan itu sejak sebelum kemerdekaan dan situ Gugur, Pasir Putih telah ada sejak jaman Belanda
Belum lama muncul tayangan di beberapa platform media sosial termasuk Instagram, perwakilan tokoh masyarakat Pasir Putih dan Bedahan, kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat menyampaikan keberatan atas tuduhan dari berbagai pihak bahwa mereka menempati lahan negara. Menurut mereka, orangtua mereka telah menempati kawasan itu sejak sebelum kemerdekaan dan situ Gugur, Pasir Putih telah ada sejak jaman Belanda.
Di atas bekas lahan situ ini sekarang telah berubah menjadi ratusan hingga ribuan rumah. Perwakilan tokoh ini juga menyinggung terdapat perubahan fungsi lahan pada situ yang lain, namun tidak dipermasalahkan.
Baca juga: Ugahari dalam Seni Mengelola Alam ala Dayak Tenggalan
![]() |
Ilustrasi situ (freepik.com) |
Melipirnews.com mencoba menelusuri data lawas tentang keberadaan situ Pasir Putih yang berada di wilayah kecamatan Sawangan ini. Tidak berhasil seluruhnya. Namun menemukan data, bahwa benar, situ Pasir Putih telah eksis sejak jaman Belanda dan letaknya berada di tengah perkebunan karet.
K. F. Vaas and M. Sachlan, keduanya dari laboratorium perikanan air tawar, Stasiun Eksperimen Pertanian Umum, Buitenzorg (Bogor) yang menerbitkan artikelnya berjudul, On the Ecology of some small Lakes Near Buitenzorg, Java, dalam Jurnal Hydrobiologia, terbit 1 Maret 1948, menyebut wilayah antara Bogor dan Jakarta terdapat banyak situ. Beberapa di antara situ tersebut terletak di pinggiran jalan utama yang menghubungkan antara Bogor dan Jakarta. Menurut catatan keduanya, jumlah situ hingga mencapai 80 buah, baik berukuran besar, maupun kecil. Situ kecil dengan permukaan rata-rata 1 hingga 3 hektar dan situ besar mencapai luas hingga 30 hektar. Kedalaman situ bervariasi antara 3 hingga 10 meter.
Situ-situ ini terletak di cekungan dangkal dan dapat dianggap sebagai cekungan penyimpanan air alami maupun buatan. Semuanya terletak di tanah andesit-lateritik tua dan sangat sedikit kandungan makanan nabati yang dapat larut. Karakter lainnya berupa tingginya kandungan zat besi dan rendahnya kalium, kalsium, dan fosfor. Zat-zat mineral yang ada di dalam tanah, tampaknya terbentuk sedemikian rupa sehingga hampir tidak tersedia bagi tumbuhan alias tanah kurang subur. Situ-situ ini yang menjadi tampungan aliran hujan dari kebun karet dan areal persawahan sekitarnya.
K. F. Vaas and M. Sachlan melihat juga ciri situ-situ tersebut dan membaginya menjadi 2 kelompok, yakni pertama kelompok situ yang tidak menerima kiriman air dan sepenuhnya bergantung pada hujan dan kedua, situ yang memiliki satu atau lebih kiriman air. Jenis yang kedua ini dapat dibagi pula menjadi situ yang menerima aliran air dari perkebunan karet di daerah Bogor, dan situ yang menerima air dari areal persawahan maupun perkampungan.
Kedua peneliti tersebut juga mempelajari dua varian dari danau-danau ini secara lebih rinci, misalnya Situ Mangga Bolong yang terletak di dekat rumah sakit jiwa Lenteng Agung (sekarang masuk dalam wilayah Srengseng Sawah, Jakarta Selatan) dan situ di tanah perkebunan karet Sawangan. Di kawasan kebun karet Sawangan ini terdapat tiga buah danau kecil yang dikenal dengan nama Situ Pasir Putih, Situ Gede, dan Situ Pangasinan.
Situ yang berada di dalam kawasan perkebunan karet Sawangan ini memiliki permukaan berbentuk lingkaran dengan luas sekitar 30 ha dan kedalaman maksimum 10 m, serta tepian danau agak curam dengan vegetasi tepian yang kurang berkembang. Namun, situ-situ ini menerima air drainase dari vegetasi karet di sekitarnya dan selama musim hujan terjadi peningkatan permukaan. Endapan dasar danau terdiri dari vegetasi yang membusuk dan berlumut, sebagian besar daun karet, dengan hampir tidak ada organisme yang hidup di atasnya.
Baca juga: Pertahanan Terakhir Peternak Sapi Perah Di Depok
Tatkala penguasaan Belanda berakhir, kebun-kebun karet milik orang Belanda di wilayah Bogor dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan ini dikenal dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, tepatnya tahun 1957. Artikel Libra Hari Inagurasi berjudul, Pola Pemukiman Kawasan Perkebunan Karet Masa Hindia Belanda di Bogor, yang terbit di Jurnal Amerta Vol. 32 No. 1, Juni 2014, mencontohkan perkebunan karet di Darmaga dan Jasinga yang dulunya dimiliki keluarga Belanda, Gerrit Willem Casimir van Motman, diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Lambat laun kemudian menjadi milik perusahaan Perkebunan swasta, misalnya P.T. Perkebunan Cileles dan PT. Jasinga Estate.
Apakah warga yang menetap di atas lahan bekas situ tersebut, yang menyuarakan pendapatnya, lahan mereka itu juga bekas nasionalisasi perkebunan karet milik warga Belanda dulu kala? Jatuh ke siapa setelah lepas dari tuan tanah Belanda?
Melipirnews
Komentar
Posting Komentar