Para Penjaga Singkong dari Sekadar Makanan Biasa

......raibnya singkong itu justru membuat gelisah salah satu peserta dari benua Afrika, Uganda. 

Pada sebuah kegiatan kursus singkat (short course) program internasional yang diselenggarakan oleh salah satu program studi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang berlangsung beberapa minggu lamanya Medio 2010 silam, di hari-hari awal salah seorang peserta merasakan hal yang mulai membosankan dengan menu makanan yang disediakan panitia. Memang lauk pauk berganti-ganti. Hanya dalam beberapa hari itu, selalu tersedia makanan singkong rebus di atas meja, bersanding dengan menu makanan lainnya. Jamaknya orang Indonesia, singkong rebus hanya dijadikan cemilan semata.

Ilustrasi singkong 

Peserta ini sedikit terasa lega setelah singkong menghilang di hari kelima tanpa tahu musababnya. Hidangan penutup kemudian diganti dengan jenis makanan tradisional lain. 

Bagi salah satu peserta asal Indonesia ini, digantinya singkong dengan jenis makanan olahan lain tentu suatu hal yang menggembirakan. Sungguh panitia bisa membaca isi hatinya, yang sudah mulai sedikit bosan dengan singkong rebus. Begitu pikirnya.

Namun rupanya raibnya singkong itu justru membuat gelisah salah satu peserta dari benua Afrika, Uganda. Hal ini terkuak manakala singkong rebus itu kembali dimunculkan panitia sekitar seminggu setelah ketidakhadirannya. Betapa girangnya peserta dari Uganda ini setelah melihat singkong kembali. Rupanya ia menunggu-nunggu sekali datangnya singkong itu kembali, dan mulai bosan dengan nasi beras yang sudah seminggu disantapnya. Ia tampak bahagia dan menyampaikan protesnya sembari berkelakar, mengapa kemarin-kemarin tidak ada singkong. 

Peserta dari Indonesia yang semula bosan dengan singkong rebus itu hanya bisa melongo tertegun menyaksikan girang bercampur protesnya peserta dari Uganda ini karena panitia meraibkan singkong rebus kurang lebih seminggu lamanya. Peserta dari Uganda ini bertutur, singkong adalah makanan pokok sebagian masyarakat Afrika, termasuk dirinya dan masyarakat Uganda.

Mirip dengan ini, para penjaga singkong dari anggapan sekadar makanan biasa ini ternyata juga dapat ditemukan pada masyarakat di kawasan kampung adat Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat. Di komunitas Sunda Wiwitan ini, singkong didudukkan di tempat terhormat. Mereka menjadikan makan singkong sebagai bagian dari keyakinan yang harus dipertahankan. 

Singkong sebagai makanan pokok. Para tokohnya hanya khusus mengonsumsi singkong sebagai makanan utama, yang sudah dibentuk seperti butiran beras. Mereka menyebutnya rasi alias beras singkong. Di wilayah lahan adat mereka, hamparan kebon singkong cukup untuk menjamin ketersediaan makanan pokok mereka terpenuhi.

Di tempat workshop komunitas ini juga tersedia dapur bersama untuk mengolah makanan olahan dari singkong. Di dapur ini, pengunjung bisa melihat proses masaknya secara langsung dan membeli makanan khas olahan dari singkong yang tersedia di komunitas ini.

Komunitas ini juga menyediakan paket wisata lingkungan alias ecotourism. Wisatawan yang ingin menjajal rasi dapat memesannya termasuk sekalian dengan menginap di homestay yang menyatu dengan komunitas adat ini. Selain mencicipi rasi, pengunjung juga bisa menikmati hawa segar dengan naik di puncak bukit sambil memandangi Kota Bandung dari kejauhan. Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya Sunda klasik juga tak ketinggalan dapat bertanya-tanya di sini.

Hardadi, pemilik usaha singkong keju D-9 dari Salatiga juga tak boleh dilewatkan sebagi salah satu penjaga singkong dari sekadar makanan biasa. Dirinya boleh dibilang berhasil menaikkan kembali pamor singkong dan di tangannya, singkong pun menjadi naik kelas. Usaha singkong kejunya terus tumbuh dan hampir-hampir menjadi icon Kota Salatiga. Mengunjungi Salatiga seakan belum lengkap tanpa mampir ke kios singkong keju miliknya yang terletak di Jalan Argowiyoto No. 8 Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.

Mereka dan kisah-kisahnya hanya segelintir pendekar singkong. Mereka terbukti mampu mempertahankan singkong sebagai makanan yang bukan sekedar makanan biasa.

MN

Komentar

Popular Posts

Drama Pertentangan Duterte dengan International Criminal Court (ICC)

Survai: Hak Publik Dapatkan Berita Akurat Terancam Jika Intimidasi Jurnalis Terus Terjadi

Komunikasi Empatik: Kunci Pemimpin Membangun Kepercayaan dan Hubungan yang Kuat

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Kepemimpinan Algoritma: Siapkan Pemimpin Jawa Timur Hadapi Era Digital

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

MTI: Setelah 10 tahun Bridging, Seharusnya Ojol Hanya untuk Pengantaran Barang

Perjuangan Minoritas dalam Membangun Identitas Nasional di Asia Tenggara

Penyebab Banjir, Gubernur Dedi: Akibat Pembangunan, Pusat: Curah Hujan

Gorengan Khas Jepang dan Impor Minyak Sawit dari Indonesia

Advertisements

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Kontes Debat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

Bertaruh Cuan di Tengah Kemacetan Jalan Raya Sawangan

Kasih Bunda Tak Terkira; Ber-Solo Touring Demi Tengok Anaknya

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Advertisement

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines

IKLAN ANDA

IKLAN ANDA

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.