Masalah Penolakan Beribadah yang Kerap Terjadi Tahun Ini

Pada peristiwa pembubaran paksa, kekhusukan beribadah tentunya berubah menjadi horor serta ketakutan manakala dipaksa untuk membubarkan diri
Larangan beribadah bermunculan di berbagai tempat dalam kurun waktu setahun terakhir ini. Tercatat terjadi di Bandar Lampung, Februari lalu, kemudian di Binjai, Mei, serta penolakan rumah sebagai tempat ibadah yang dilakukan oleh massa terjadi Cilegon, Surakarta dan Bekasi. Di beberapa tempat lain disinyalir juga masih terjadi kesulitan dan masih menunggu terbitnya ijin mendirikan bangunan untuk pendirian rumah ibadah, khususnya gereja.

Ilustasi hubungan antarumat beriman


Pada peristiwa pembubaran paksa, kekhusukan beribadah tentunya berubah menjadi horor serta ketakutan manakala dipaksa untuk membubarkan diri. Bahkan bukan tidak mungkin mendatangkan trauma bagi sebagian jemaat. Aparat negara pun bertindak cukup tegas. Peristiwa pembubaran beribadah di Bandar Lampung mengarah pada keterlibatan ketua RT yang lantas ditetapkan sebagai tersangka.

Kelompok yang menjadi target penolakan ini sekarang bukan hanya diarahkan pada kelompok agama tertentu saja. Pada situasi di suatu daerah yang mana umat suatu agama lebih sedikit secara jumlah, maka mereka sangat rentan menjadi sasaran pelarangan dan penolakan beribadah secara komunal di daerah tersebut. Celakanya daerah-daerah yang tergolong daerah maju, ditandai dengan pergerakan ekonomi dan industri yang ada, justru sering dihantam peristiwa penolakan seperti ini.

Daerah seperti ini umumnya penduduknya beragam. Industri yang menggeliat membuka peluang datangnya para pekerja dari luar daerah. Datangnya para pekerja ini sekaligus membawa serta datangnya budaya dan keyakinan yang bukan tak mungkin berbeda dengan karakter warga lokal. Di lain pihak, industri ternyata kurang sinkron dengan karakter warga lokal. Atau bisa juga dibalik, warga lokal kurang bisa menyesuaikan irama dunia industri. Akibanya pelan namun pasti, warga lokal mulai jadi penonton. Sejauh mereka bisa mengakses industri, tidak lebih dari pekerjaan sektor informal di sekelilingnya. Mereka bukan pemeran utama. Bukan mustahil masalah penolakan rumah ibadah juga diwarnai dengan nuansa kegamangan seperti ini.

Sekali lagi walaupun bukan monopoli kelompok agama tertentu yang menjadi sasaran, beberapa kelompok umat gereja mengalami peristiwa seperti ini. Pertanyaan menarik selanjutnya adalah bagaimana gereja-gereja di Indonesia menyikapi kondisi seperti ini?

Menurut pengamatan Agustina Raplina Samosir dkk dalam artikelnya berjudul, Gereja dan krisis kebebasan beragama di Indonesia (Kurios; Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 8, No. 2, Oktober 2022), kalangan gereja terbagi empat pandangan.

Pertama, menunjukkan sikap pragmatis yaitu sikap mementingkan stabilitas institusi secara makro yang lebih banyak tidak bermasalah, lebih memilih faktor kenyamanan, juga menghindari konflik dan kritik terhadap negara.

Kedua, penulis artikel itu menyebutnya negative solidarity, yaitu sikap saling membalas dengan melakukan perilaku serupa kepada kaum minoritas di daerahnya sebagai bentuk solidaritas terhadap saudara seiman yang menjadi korban di wilayah lain.

Ketiga, memperjuangkan nilai-nilai kebebasan beragama sekalipun tidak populer seperti ditunjukkan beberapa gereja yang tetap fight memperjuangkan kebebasannya walaupun mengalami pelarangan.

Keempat, mengkritisi respons pribadi gereja terhadap kasus-kasus intoleransi baik terhadap gereja maupun rumah ibadah lainnya.
Celakanya daerah-daerah yang tergolong daerah maju, ditandai dengan pergerakan ekonomi dan industri yang ada, justru sering dihantam peristiwa penolakan seperti ini
Mungkin masih bisa ditambahkan pandangan lain, yang bukan dari sisi pandangan kalangan gereja saja. Demikian karena pelarangan ibadah juga dialami kelompok agama lain. Tentu pandangan akan lebih berwarna bilamana juga membuka diri terhadap pandangan dari lebih banyak kalangan.

Namun tidak boleh lupa, bahwa bangsa ini terlanjur menempatkan urusan agama menjadi salah satu urusan prioritas. Teramat riskan bila persoalan yang melibatkan umat beragama seperti ini tidak diperhatikan.

MN
Baca Juga

Komentar

Popular Posts

Panda di Luar China Diberi Nama dan Fakta Lainnya

Nokia Tinggal Sejarah?

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Tantangan Etis untuk Media dalam Pemberitaan Femisida

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Pelajaran dari Lamongan dalam Mencegah Kekerasan Ekstrim

Susah-Susah Gampang Bermitra dengan Agensi Iklan Digital

Ugahari dalam Seni Mengelola Alam ala Dayak Tenggalan

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Advertisements

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Kontes Debat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

Bertaruh Cuan di Tengah Kemacetan Jalan Raya Sawangan

Kasih Bunda Tak Terkira; Ber-Solo Touring Demi Tengok Anaknya

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Jika Kaesang Bersedia dan Menang, Depok Ikuti Kota Lain Dipimpin Anak Pemimpin Ataupun Mantan Pemimpin Negeri

Advertisement

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines

IKLAN ANDA

IKLAN ANDA

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.